PEMBURUAN BAHTERA NUH

Sedikitnya ada empat sumber dokumen tertulis kuno yang memuat kisah tentang Nuh. Seorang nabi bagi tiga agama besar dunia Jahudi, Kristen dan Islam. Termuat dalam Taurat (Jahudi), Bibel (Kristen) dan Al-Quran (Islam), plus catatan tua dari Gilgamesh Epic (penulisan tahun 700 SM), tentang kisah Nuh dan bahtera besar yang menyelamatkannya dari air bah terbesar yang pernah menenggelamkan bumi.



Nuh digambarkan sebagai sosok pilihan Tuhan. Dikisahkan bahwa sejak manusia pertama Adam dan Hawa “memakan buah terlarang” di Firdaus (Taman Eden), manusia pun jatuh ke dalam dosa. Mereka diusir keluar dari Firdaus. Dua anak Adam, Kain dan Habel mewariskan dosa tersebut. Sejak itu seluruh keturuanan manusia sudah diliputi dosa.

Selama manusia hidup di bumi sampai masa Nuh, manusia memang benar-benar sudah diliputi sifat jahat, iri, dengki, kekerasan dan sifat-sifat buruk lainnya. Mereka banyak yang murtad dan tidak mau mengikuti perintah dan firman Tuhan. Melihat dunia yang semakin “hitam”, Tuhan marah dan berniat untuk melenyapkan semua kehidupan di atas bumi.

Di antara semua manusia, Nuh pun dipilih Tuhan sebagai orang pilihan yang bertugas untuk menyelamatkan sejumlah manusia, mahluk dan hewan darat serta burung yang terbang di udara. Nuh terpilih karena ia masih memiliki sifat baik, rendah hati dan senantiasa mematuhi dan taat kepada firman Tuhan.

Suatu hari Tuhan memerintahkan Nuh untuk membuat sebuah bahtera berukuran besar yang bisa memuat sejumlah mahluk hidup. Secara rinci, Tuhan memberikan rincian bahtera yang harus berbentuk petak-petak, sepanjang 300 cubits (hasta), selebar 50 cubits (hasta) dan setinggi 30 cubits (hasta). Ukuran ini sama dengan panjang 135 meter, lebar 22,5 meter dan tinggi 13,5 meter (1 cubits atau hasta sama dengan 45 cm).

Bahtera yang rasionya 6:1 berbentuk petak (persegi panjang) dengan tiga tingkat: atas, tengah dan bawah itu, memiliki atap atas dan pintu utama di lambung. Jika dibandingkan dengan ukuran kapal saat ini, maka bahtera buatan Nuh ini sekelas dengan kapal berbobot 25.000 ton!

Nuh diperintahkan pula untuk membawa keluarganya dan sejumlah besar hewan yang berpasangan. Dalam rincian kitab Bibel buku Kejadian pasal 6-7, disebutkan mengenai rinci hewan yang harus di bawa yaitu masing-masing 7 pasang jantan dan betina dari hewan yang tidak haram dan sepasang (jantan dan betina) untuk masing-masing hewan yang haram, sementara untuk jenis burung adalah tujuh pasang (jantan dan betina).

Setelah memerintahkan Nuh untuk mengumpulkan semua hal itu, tujuh hari kemudian pada bulan kedua (bulan Iyar dalam penanggalan Jahudi) hari ke-17, Tuhan pun mendatangkan hujan dan banjir besar selama 40 hari 40 malam. Selama itu air terus mengalir dan menutupi seluruh permukaan bumi. Sementara Nuh dan keluarganya serta hewan-hewan yang diselamatkan, terapung-apung di dalam bahtera di atas permukaan air.

[ image disabled ] Saat hujan mereda, seluruh puncak gunung sudah tertutup air dan pemandangan di bumi adalah air dan air. Seluruh mahluk hidup di permukaan bumi dan burung di udara termasuk manusia pun lenyap, mati dan musnah (tidak ada penjelasan soal nasib hewan air dan ikan). Lalu dalam 150 hari banjir pun menyurut.

Pada bulan Ketujuh hari ke-17 (bulan Tisyri pada penanggalan Jahudi) bahtera Nuh kandas di areal Pegunungan Ararat (dalam peta modern berada di wilayah timur Turki, dekat Armenia dan perbatasan Iran). Air pun perlahan menyurt. Dan pada bulan Kesepuluh (bulan Tebet pada penanggalan Jahudi) tanggal satu, puncak-puncak gunung mulai terlihat.

Empat puluh hari kemudian, untuk melihat apakah banjir sudah benar-benar surut, Nuh kemudian melepas seekor burung gagak. Burung ini terbang dan kembali lagi. Nuh lalu melepas burung merpati, namun karena tidak mendapat tempat bertengger, burung itu pun kembali.

Ia menunggu tujuh hari lalu melepas lagi seekor merpati. Menjelang petang, merpati itu pulang namun kali ini dengan sehelai daun zaitun segar di paruhnya. Ini menjadi pertanda bahwa bumi sudah kering. Tujuh hari kemudian ia melepaskan lagi seekor merpati dan kali ini sang burung tidak kembali lagi. Tuhan kemudian memerintahkan Nuh untuk keluar dari bahteranya dan memulai kehidupan baru di muka bumi.

Bukti dan Artefak
Bukti tertua tentang peristiwa banjir di permukaan bumi (terutama di wilayah timur tengah dan Asia kecil) ditemukan dalam Gilgamesh Epic. Sebuah bukti tertulis paling kuno yang ditemukan dalam bentuk artefak tablet tanah liat bertulis, hasil penggalian di sebuah daerah bernama Nineveh. Berdasarkan uji usia, artefak itu setidaknya dibuat pada tahun 700 SM.

Ada sejumlah besar artefak tablet tanah liat kuno dan perkamen kuno yang kemudian ditemukan, beberapa berkisah tentang banjir besar yang melingkupi perspektif wilayah pada masa Babilonia kuno. Penemuan Gilgamesh Epic, kemudian diterjemahkan George Smith pada 1872. Secara umum ia mengungkapkan bahwa memang benar terjadi air bah dan sekelumit kisah tentang Nuh dan bahteranya yang memuat sejumlah orang dan aneka hewan.

Begitu pun, bukti lainnya ditemukan dalam artefak arkeologi di sekitar pegunungan Ararat, namun “fosil-fosil” benda itu mengaju pada masa awal masa kekristenan, ribuan tahun sesudah banjir bandang jaman Nuh. Pegunungan Ararat yang punya sebutan lain Agri Dagi adalah sebuah puncak tertinggi di pegunungan wilayah Turki. Dilapisi salju dan es abadi dengan ketinggian 5.165 m. Para ahli Bibel sementara menyimpulkan bahwa Ararat menjadi simbol ujung dunia yang dikenal orang-orang yang mencatat dokumen tersebut.

[ image disabled ] Penelitian arkeologi di sekitar Timur Tengah menunjukkan bukti sedimen dan endapan lumpur tua yang membuktikan memang pernah terjadi air bah luar biasa. Yaitu meluapnya dua sungai besar Eufrat dan Tigris persisnya pada 5000 tahun SM, sezaman masa hidup Nuh.

Perburuan Bahtera Nuh
Sejumlah studi dan penelitian tentang peristiwa air bah dan bahtera Nuh membimbing berbagai temuan arkeologi yang luar biasa. Kisah tentang air bah dan bahtera Nuh memang menyebar dalam banyak budaya. Tak hanya di Timur Tengah dan Asia kecil, tapi juga sampai ke suku-suku Indian kuno di Amerika dan legenda tua orang-orang Hawai.

Namun naskah yang paling banyak ditemukan adalah dari dokumen mitologi Assyro-Babilonia, mitologi Mesopotamian (bertahun abad ketiga Masehi). Juga dokumen-dokumen beraksara kuno dengan berbahasa asli Sumeria, Akkadian dan Assyria.

Temuan lainnya yang merujuk pada peristiwa pencatatan tahun 1646–1626 SM adalah artefak tablet tanah liat kuno yang memuat epik Atrahasis pada kurun masa cicit Hammurabi yakni Ammi-Saduqa. Kisahnya adalah bahtera Nuh versi Akkadian (bahasa asli Babilon kuno). Inilah yang menjadi versi cerita bangsa Assyrian!

Sementara, versi Jahudi dan Kristen dalam bahasa Ibrani serta versi Islam dalam bahasa Arab memang merujuk pada kisah bahtera Nuh yang sama.

Perburuan
Studi literatur memang memancing ilmuwan untuk menemukan lebih banyak bukti yang bisa memberi bukti orisinil bahwa peristiwa itu memang terjadi. Bukan semata dokumen literatur kuno semata. Maka pencarian bukti berupa bahtera Nuh pun dilakukan.

Berdasarkan ribuan literatur Kuno yang terpisah-pisah, obyek pencarian diarahkan pada wilayah Pegunungan Ararat seperti yang tersurat. Sementara itu, masyarakat Turki yang tinggal turun temurun di kaki pegunungan bersalju itu selama ribuan tahun telah memuja puncak Gunung Ararat yang dianggap menjadi gunung suci. Mereka yakin dan percaya dari generasi ke generasi bahwa di puncak tersebut terdapat bahtera Nuh. Mereka melarang keras pendakian gunung tersebut!

Namun pada pertengahan abad ke-19, pendakian gunung tersebut pun dilakukan untuk pertama kali. Pendaki gunung yang berhasil menginjak puncak tertinggi pegunungan Ararat (5.165 mdpl-meter di atas permukaan laut ) adalah Dr Friedrich Parrot, Khachatur Abovian, Alexei Sdrovenko, Matvei Chalpanof, Ovannes Aivassian and Murat Pogossian pada 1829. Anggota ekspedisi pendakian gunung ini melaporkan bahwa mereka kemungkinan telah menemukan bahtera Nuh di sebuah lereng puncak.

Tahun 1876, penjelajah Inggris James Bryce mendaki puncak Ararat dan menemukan potongan fosil kayu selebar 4 kaki (1,5 meter) di ketinggian 13.000 kaki (3.900 mdpl).

Tim komisi survei Turki melakukan pencatatan geologi tahun 1883 di pegunungan Ararat. Mereka menemukan potongan fosil kayu berbentuk bahtera dibekas longsoran gunung es yang terkubur sekitar 20-30 kaki (6-9 m) di bawah lapisan salju dan es abadi.

Tahun 1887, dalam perburuan bahtera Nuh, Pangeran Nouri dari Baghdad mengaku menemukan fosil bahtera Nuh di puncak tertinggi Ararat.

Tahun 1916, penerbang Rusia Valdimir Roskovitsky dan rekannya melihat obyek menyerupai bahtera terdampar di tepi pantai danau di pegunungan Ararat. Ekspedisi darat mencapai lokasi tersebut sebulan kemudian. Sejumlah foto dibuat dan dilaporkan kepada Czar Rusia. Namun penggulingan kekuasaan terjadi beberapa hari kemudian dan bukti-bukti foto dan laporan tim ekspedisi itu hilang.

Sejumlah laporan penampakan lainnya dilaporkan pada tahun 1938-1948. Semua menuturkan tentang fenomena bahtera Nuh di pegunungan Ararat. Lantas sebuah foto udara tahun 1949 memperlihatkan wilayah Barat dataran pegunungan Ararat. Dalam citra foto terlihat obyek persegi panjang yang besar yang diyakini sebagai puing-puing bahtera Nuh.

Pada tahun 1954 dan 1958: John Libi asal AS dan Kolonel Sehap Atalay dari Angkatan Darat Turki menemukan kayu yang diduga puing bahtera Nuh dari pegunungan Ararat.

Sementara, laporan tahun 1960, dalam sebuah pemeriksaan rutin dan pemotretan udara untuk kepentingan militer, seorang kapten Angkatan Bersenjata Turki mendadak terkejut melihat hasil pemotretannya. Ia melihat penampakan obyek persegi empat mirip bahtera Nuh pada gambar potret pegunungan Ararat. Lokasinya kira-kira 20 mil arah Selatan puncak Ararat. Ia meneliti serius foto tersebut dan mencari perbandingan ukuran dengan skala. Ternyata obyek tersebut berukuran panjang kira-kira 135 meter dengan lebar 22 meter. Persis seperti ukuran bahtera Nuh. Ia kemudian melaporkan temuan dan analisanya pada markas besar Angkatan Bersenjata Turki.

Laporan sang kapten sangat menggemparkan dan pada 1962, dilakukan pemeriksaan oleh militer bersama tim sains Amerika ke lokasi tersebut. Ekspedisi ini menemukan puing kayu di ketingian 14.000 kaki (4.200 m).

Satelit ERTS memotret pegunungan Ararat dari luar angkasa pada 1973. Walau terlihat ada obyek menyerupai bahtera Nuh, namun resolusi potret itu tidak baik. Ekpedisi masih tetap berlangsung terutama pada tahun 1980-2000-an, semua menambah kaya bukti tentang adanya material kayu kuno di pegunungan Ararat, yang tersebar di beberapa tempat dengan ketinggian yang semuanya berbeda.

Begitupun, berbagai ekpedisi ini telah membawa hasil. Setidaknya ada foto, deskripsi lokasi dan artefak yang dibawa untuk diteliti. Potongan kayu dari puncak Ararat menjadi bukti yang paling penting. Beberapa sampelnya diteliti di laboratorium oleh ilmuwan asal Eropa dan Mesir. Beberapa sampel fosil kayu yang diuji umur karbonnya menunjukkan artefak itu berasal dari tahun Masehi dan sebagian lagi ratusan tahun Sebelum Masehi (SM) dan ada juga yang 3.000 tahun SM.

Namun penemuan fosil tersebut bukan dari satu lokasi yang persis sama. Ada beberapa lokasi yang walau pun sama-sama di Pegunungan Ararat tetapi beda ketinggian dan tempatnya.

Mungkinkah fosil dan artefak bahtera Nuh sudah tergeser akibat peristiwa pergeseran kerak, gempa dan longsoran es yang terjadi di Pegunungan Ararat pada akhir tahun 1800-an dan masa sebelumnya. Atau apakah memang benar mereka telah menemukan puing bahtera Nuh? Masih sebuah misteri.

Navarra dan Potongan Bahtera Nuh
[ image disabled ] Dari sejumlah kisah perburuan bukti bahtera Nuh, kisah Ferdinand (Fernand) Navarra adalah yang penuh kontroversi. Berbalur tekad, semangat pantang menyerah dan obsesi yang luar biasa.

Walaupun sebagian memandang bahwa upaya kerasnya sebagai trik sensasi demi popularitas dan uang. Ferdinand Navarra adalah salah satu anggota ekspedisi pendakian Gunung Ararat di tahun 1952. Ia bersama lima pendaki berhasil mencapai puncak tertinggi Gunung Ararat. Saat itu mereka tidak menemukan bahtera Nuh walau Navarra yakin ia melihat sebuah obyek hitam besar yang terkubur dibawah es dekat puncak Ararat.

Penasaran akan obyek yang dilihatnya, Navarra melakukan pendakian ulang pada tahun 1953. Ia mencari lokasi obyek yang diyakini sebagai bahtera Nuh itu, namun pencarian tiu tak membuahkan hasil.

Merasa yakin bahwa itu adalah bahtera Nuh, Navarra tidak berputus asa. Ia kemudian mengumpulkan semua dana yang ia punya. Lalu setelah melakukan persiapan matang, pada suatu hari di tahun 1955, ia bersama anak lelakinya Raphael Navarra melakukan pendakian ke pegunungan Ararat.

Dengan begitu teliti mereka menjelajahi sekitar puncak tertinggi Ararat, menapaki lerengnya dan lembah pada plato di areal yang belum terjelajahinya pada pendakian sebelumnya. Saat itulah Raphael melihat penampakan yang juga pernah dilihat ayahnya. Kedua anak beranak itu gembira bukan kepalang dan segera mendekati area tempat sebuah obyek hitam besar terkubur di bawah es di ketinggian 13,540 kaki (4.035 mdpl).

Dengan menggunakan kapak es, Ferdinand dan Raphael memecah balok es yang menutupi benda itu. Sampai akhirnya tercipta rekahan selebar 50 cm sedalam 20 cm. Kala itu Raphael yang masih berusia 11 tahun memeriksa melalui celah memberitahu ayahnya bahwa itu adalah benda lunak berserat berdasarkan bunyi kapak es yang menyentuhnya.

Selama berpuluh menit keduanya pun bekerja keras memecah es sampai akhirnya terkuaklah obyek dibalik kebekuan abadi itu. Mereka menemukan bongkahan kayu yang tersusun membentuk seperti kotak raksasa. Merek mengklaim telah menemukan bahtera Nuh!

Namun karena peralatan mereka tak memadai dan obyek itu begitu besarnya, Ferdinand memutuskan untuk memotong satu bagian kayu yang sudah tersembul. Ia memotong sepanjang kira-kira 1,5 meter lalu mengikatnya dengan tali tambang yang dibawa. Berdua mereka menyeret kayu itu ke bawah gunung.

Bongkahan kayu dari gunung Ararat ini sangat menghebohkan dunia kala itu. Apalagi ia mendokumentasikan perburuan bahtera Nuh itu dalam film pendek. Sementara, dalam film yang diputar oleh media massa berbagai negeri itu, ia juga menjelaskan hasil penelitian dari tiga laboratorium berbeda yang menunjukkan bahwa sampel kayu yang ditemukannya dari puncak Ararat menunjukkan kurun tahun yang sama yaitu sekitar 3000 tahun sebelum masehi.

Sementara Navarra menjadi sensasi dunia dan perdebatan, lima laboratorium lain yang lebih terpercaya melakukan pemeriksaan atas sampel Navarra, dengan menggunakan metode uji usia karbon 14. Temuan kelima laboratorium itu ternyata menunjukkan bahwa kayu tersebut berasal dari masa abad kedelapan Masehi, dan tak lebih tua dari itu.

Hasil temuan lima lab ini dipublikasikan oleh pers Prancis yang telah mewawancarai rekan pendakian Navarra pada ekspedisi mereka pertama. Keempat rekannya mengatakan kayu Navarra adalah palsu, mungkin dibeli dari barang antik penduduk lokal. Mereka tidak pernah melihat jelas apa yang ditunjukkan Navarra pada mereka tentang obyek terpendam di bawah es dalam pendakian mereka dulu.

Pengakuan ini justru mengguncang reputasi Navarra, pro dan kontra terhadap kebenaran kisah Navarra pun mencuat. Namun Navarra bersikukuh bahwa ia memang menemukan sisa bahtera Nuh di tiga lokasi di pegunungan Ararat. Begitupun Navarra tetaplah masih dipercaya sebagai pemandu oleh dua ekpedisi ilmiah besar. Ia memandu SEARCH Foundation (1969) ke dua titik temuannya sementara ia memandu Eryl Cumming (seorang koresponden sains) ke satu titik lagi di tahun yang sama.

Anehnya, sebenarnya ada empat titik lokasi seandainya penampakan pertama Navarra pada ekpedisi pertama tahun 1952 diikutsertakan. Walau ia banyak dicemooh, Navarra tetaplah mempertahankan argumennya sampai tahun 1984-an, bahwa ia sudah menemukan bahtera Nuh dan selalu menuturkan kisah dengan versi yang sama. Sementara, anaknya yang ikut dalam ekpedisinya yang terakhir, memilih untuk tutup mulut sejak klaim penemuan bahtera Nuh itu mengemuka. Apakah Navarro memang benar-benar menemukan puing bahtera Nuh? Atau ia hanya seorang pembual.

sumber : http://korannias.wordpress.com/2008/01/08/fenomena-jejak-jejak-bahtera-nuh/

0 Responses to “PEMBURUAN BAHTERA NUH”:

Leave a comment