TRADISI PENYALIBAN DI FILIPINA

JERUSALEM, KOMPAS.com — Hari Jumat Suci merupakan hari puncak perayaan Paskah dalam rangkaian Pekan Suci bagi umat Kristiani. Dan pada Jumat (10/4), perayaan puncak itu dirayakan dengan berbagai cara.Di San Fernando, Filipina, sejumlah penganut Katolik memaku dirinya di kayu salib karena ingin mengalami penderitaan di kayu salib, seperti dialami pemimpin mereka, Yesus Kristus.
John Michael (33), warga Australia dari Melbourne, malah merelakan diri memakai wig (rambut palsu) panjang, bermahkota duri, dan bahkan dipakai tangan-tangannya di kayu salib seperti Yesus, di San Fernando, Provinsi Paombong, Bulacan Utara, Jumat lalu.
Banyak di antaranya yang mengikuti pembacaan kisah sengsara Yesus di gereja-gereja di berbagai pelosok dunia pada hari Jumat Suci itu.
Di Cutud, 80 km utara Manila, upacara penyaliban Yesus juga dilakukan dalam bentuk drama jalanan dengan belasan orang memanggul kayu salib, yang beratnya tak kurang dari 50 kg. Beberapa bahkan memecuti punggung mereka, yang memanggul salib, meniru dulu ketika Yesus akan disalibkan.

Meski Monsinyur Pedro Quitorio, juru bicara konferensi Uskup Katolik di Filipina, mengungkapkan bahwa ”upacara menyakiti diri” seperti itu sebenarnya tak perlu dilakukan, dengan menyakiti diri untuk mendapat imbalan penebusan dosa, tetapi orang-orang Filipina tetap menjalankan tradisi yang sudah berlangsung bertahun-tahun itu.Pejabat kesehatan di Filipina telah mengeluarkan peringatan kepada warga yang ikut serta dalam ritual penyaliban untuk memperingati Paskah.
Mereka mengimbau mereka menjalani vaksinasi tetanus sebelum mereka mencambuk diri dan dipakukan ke tiang salib, dan mempraktikkan standard kebersihan yang layak.





PEMBURUAN BAHTERA NUH

Sedikitnya ada empat sumber dokumen tertulis kuno yang memuat kisah tentang Nuh. Seorang nabi bagi tiga agama besar dunia Jahudi, Kristen dan Islam. Termuat dalam Taurat (Jahudi), Bibel (Kristen) dan Al-Quran (Islam), plus catatan tua dari Gilgamesh Epic (penulisan tahun 700 SM), tentang kisah Nuh dan bahtera besar yang menyelamatkannya dari air bah terbesar yang pernah menenggelamkan bumi.



Nuh digambarkan sebagai sosok pilihan Tuhan. Dikisahkan bahwa sejak manusia pertama Adam dan Hawa “memakan buah terlarang” di Firdaus (Taman Eden), manusia pun jatuh ke dalam dosa. Mereka diusir keluar dari Firdaus. Dua anak Adam, Kain dan Habel mewariskan dosa tersebut. Sejak itu seluruh keturuanan manusia sudah diliputi dosa.

Selama manusia hidup di bumi sampai masa Nuh, manusia memang benar-benar sudah diliputi sifat jahat, iri, dengki, kekerasan dan sifat-sifat buruk lainnya. Mereka banyak yang murtad dan tidak mau mengikuti perintah dan firman Tuhan. Melihat dunia yang semakin “hitam”, Tuhan marah dan berniat untuk melenyapkan semua kehidupan di atas bumi.

Di antara semua manusia, Nuh pun dipilih Tuhan sebagai orang pilihan yang bertugas untuk menyelamatkan sejumlah manusia, mahluk dan hewan darat serta burung yang terbang di udara. Nuh terpilih karena ia masih memiliki sifat baik, rendah hati dan senantiasa mematuhi dan taat kepada firman Tuhan.

Suatu hari Tuhan memerintahkan Nuh untuk membuat sebuah bahtera berukuran besar yang bisa memuat sejumlah mahluk hidup. Secara rinci, Tuhan memberikan rincian bahtera yang harus berbentuk petak-petak, sepanjang 300 cubits (hasta), selebar 50 cubits (hasta) dan setinggi 30 cubits (hasta). Ukuran ini sama dengan panjang 135 meter, lebar 22,5 meter dan tinggi 13,5 meter (1 cubits atau hasta sama dengan 45 cm).

Bahtera yang rasionya 6:1 berbentuk petak (persegi panjang) dengan tiga tingkat: atas, tengah dan bawah itu, memiliki atap atas dan pintu utama di lambung. Jika dibandingkan dengan ukuran kapal saat ini, maka bahtera buatan Nuh ini sekelas dengan kapal berbobot 25.000 ton!

Nuh diperintahkan pula untuk membawa keluarganya dan sejumlah besar hewan yang berpasangan. Dalam rincian kitab Bibel buku Kejadian pasal 6-7, disebutkan mengenai rinci hewan yang harus di bawa yaitu masing-masing 7 pasang jantan dan betina dari hewan yang tidak haram dan sepasang (jantan dan betina) untuk masing-masing hewan yang haram, sementara untuk jenis burung adalah tujuh pasang (jantan dan betina).

Setelah memerintahkan Nuh untuk mengumpulkan semua hal itu, tujuh hari kemudian pada bulan kedua (bulan Iyar dalam penanggalan Jahudi) hari ke-17, Tuhan pun mendatangkan hujan dan banjir besar selama 40 hari 40 malam. Selama itu air terus mengalir dan menutupi seluruh permukaan bumi. Sementara Nuh dan keluarganya serta hewan-hewan yang diselamatkan, terapung-apung di dalam bahtera di atas permukaan air.

[ image disabled ] Saat hujan mereda, seluruh puncak gunung sudah tertutup air dan pemandangan di bumi adalah air dan air. Seluruh mahluk hidup di permukaan bumi dan burung di udara termasuk manusia pun lenyap, mati dan musnah (tidak ada penjelasan soal nasib hewan air dan ikan). Lalu dalam 150 hari banjir pun menyurut.

Pada bulan Ketujuh hari ke-17 (bulan Tisyri pada penanggalan Jahudi) bahtera Nuh kandas di areal Pegunungan Ararat (dalam peta modern berada di wilayah timur Turki, dekat Armenia dan perbatasan Iran). Air pun perlahan menyurt. Dan pada bulan Kesepuluh (bulan Tebet pada penanggalan Jahudi) tanggal satu, puncak-puncak gunung mulai terlihat.

Empat puluh hari kemudian, untuk melihat apakah banjir sudah benar-benar surut, Nuh kemudian melepas seekor burung gagak. Burung ini terbang dan kembali lagi. Nuh lalu melepas burung merpati, namun karena tidak mendapat tempat bertengger, burung itu pun kembali.

Ia menunggu tujuh hari lalu melepas lagi seekor merpati. Menjelang petang, merpati itu pulang namun kali ini dengan sehelai daun zaitun segar di paruhnya. Ini menjadi pertanda bahwa bumi sudah kering. Tujuh hari kemudian ia melepaskan lagi seekor merpati dan kali ini sang burung tidak kembali lagi. Tuhan kemudian memerintahkan Nuh untuk keluar dari bahteranya dan memulai kehidupan baru di muka bumi.

Bukti dan Artefak
Bukti tertua tentang peristiwa banjir di permukaan bumi (terutama di wilayah timur tengah dan Asia kecil) ditemukan dalam Gilgamesh Epic. Sebuah bukti tertulis paling kuno yang ditemukan dalam bentuk artefak tablet tanah liat bertulis, hasil penggalian di sebuah daerah bernama Nineveh. Berdasarkan uji usia, artefak itu setidaknya dibuat pada tahun 700 SM.

Ada sejumlah besar artefak tablet tanah liat kuno dan perkamen kuno yang kemudian ditemukan, beberapa berkisah tentang banjir besar yang melingkupi perspektif wilayah pada masa Babilonia kuno. Penemuan Gilgamesh Epic, kemudian diterjemahkan George Smith pada 1872. Secara umum ia mengungkapkan bahwa memang benar terjadi air bah dan sekelumit kisah tentang Nuh dan bahteranya yang memuat sejumlah orang dan aneka hewan.

Begitu pun, bukti lainnya ditemukan dalam artefak arkeologi di sekitar pegunungan Ararat, namun “fosil-fosil” benda itu mengaju pada masa awal masa kekristenan, ribuan tahun sesudah banjir bandang jaman Nuh. Pegunungan Ararat yang punya sebutan lain Agri Dagi adalah sebuah puncak tertinggi di pegunungan wilayah Turki. Dilapisi salju dan es abadi dengan ketinggian 5.165 m. Para ahli Bibel sementara menyimpulkan bahwa Ararat menjadi simbol ujung dunia yang dikenal orang-orang yang mencatat dokumen tersebut.

[ image disabled ] Penelitian arkeologi di sekitar Timur Tengah menunjukkan bukti sedimen dan endapan lumpur tua yang membuktikan memang pernah terjadi air bah luar biasa. Yaitu meluapnya dua sungai besar Eufrat dan Tigris persisnya pada 5000 tahun SM, sezaman masa hidup Nuh.

Perburuan Bahtera Nuh
Sejumlah studi dan penelitian tentang peristiwa air bah dan bahtera Nuh membimbing berbagai temuan arkeologi yang luar biasa. Kisah tentang air bah dan bahtera Nuh memang menyebar dalam banyak budaya. Tak hanya di Timur Tengah dan Asia kecil, tapi juga sampai ke suku-suku Indian kuno di Amerika dan legenda tua orang-orang Hawai.

Namun naskah yang paling banyak ditemukan adalah dari dokumen mitologi Assyro-Babilonia, mitologi Mesopotamian (bertahun abad ketiga Masehi). Juga dokumen-dokumen beraksara kuno dengan berbahasa asli Sumeria, Akkadian dan Assyria.

Temuan lainnya yang merujuk pada peristiwa pencatatan tahun 1646–1626 SM adalah artefak tablet tanah liat kuno yang memuat epik Atrahasis pada kurun masa cicit Hammurabi yakni Ammi-Saduqa. Kisahnya adalah bahtera Nuh versi Akkadian (bahasa asli Babilon kuno). Inilah yang menjadi versi cerita bangsa Assyrian!

Sementara, versi Jahudi dan Kristen dalam bahasa Ibrani serta versi Islam dalam bahasa Arab memang merujuk pada kisah bahtera Nuh yang sama.

Perburuan
Studi literatur memang memancing ilmuwan untuk menemukan lebih banyak bukti yang bisa memberi bukti orisinil bahwa peristiwa itu memang terjadi. Bukan semata dokumen literatur kuno semata. Maka pencarian bukti berupa bahtera Nuh pun dilakukan.

Berdasarkan ribuan literatur Kuno yang terpisah-pisah, obyek pencarian diarahkan pada wilayah Pegunungan Ararat seperti yang tersurat. Sementara itu, masyarakat Turki yang tinggal turun temurun di kaki pegunungan bersalju itu selama ribuan tahun telah memuja puncak Gunung Ararat yang dianggap menjadi gunung suci. Mereka yakin dan percaya dari generasi ke generasi bahwa di puncak tersebut terdapat bahtera Nuh. Mereka melarang keras pendakian gunung tersebut!

Namun pada pertengahan abad ke-19, pendakian gunung tersebut pun dilakukan untuk pertama kali. Pendaki gunung yang berhasil menginjak puncak tertinggi pegunungan Ararat (5.165 mdpl-meter di atas permukaan laut ) adalah Dr Friedrich Parrot, Khachatur Abovian, Alexei Sdrovenko, Matvei Chalpanof, Ovannes Aivassian and Murat Pogossian pada 1829. Anggota ekspedisi pendakian gunung ini melaporkan bahwa mereka kemungkinan telah menemukan bahtera Nuh di sebuah lereng puncak.

Tahun 1876, penjelajah Inggris James Bryce mendaki puncak Ararat dan menemukan potongan fosil kayu selebar 4 kaki (1,5 meter) di ketinggian 13.000 kaki (3.900 mdpl).

Tim komisi survei Turki melakukan pencatatan geologi tahun 1883 di pegunungan Ararat. Mereka menemukan potongan fosil kayu berbentuk bahtera dibekas longsoran gunung es yang terkubur sekitar 20-30 kaki (6-9 m) di bawah lapisan salju dan es abadi.

Tahun 1887, dalam perburuan bahtera Nuh, Pangeran Nouri dari Baghdad mengaku menemukan fosil bahtera Nuh di puncak tertinggi Ararat.

Tahun 1916, penerbang Rusia Valdimir Roskovitsky dan rekannya melihat obyek menyerupai bahtera terdampar di tepi pantai danau di pegunungan Ararat. Ekspedisi darat mencapai lokasi tersebut sebulan kemudian. Sejumlah foto dibuat dan dilaporkan kepada Czar Rusia. Namun penggulingan kekuasaan terjadi beberapa hari kemudian dan bukti-bukti foto dan laporan tim ekspedisi itu hilang.

Sejumlah laporan penampakan lainnya dilaporkan pada tahun 1938-1948. Semua menuturkan tentang fenomena bahtera Nuh di pegunungan Ararat. Lantas sebuah foto udara tahun 1949 memperlihatkan wilayah Barat dataran pegunungan Ararat. Dalam citra foto terlihat obyek persegi panjang yang besar yang diyakini sebagai puing-puing bahtera Nuh.

Pada tahun 1954 dan 1958: John Libi asal AS dan Kolonel Sehap Atalay dari Angkatan Darat Turki menemukan kayu yang diduga puing bahtera Nuh dari pegunungan Ararat.

Sementara, laporan tahun 1960, dalam sebuah pemeriksaan rutin dan pemotretan udara untuk kepentingan militer, seorang kapten Angkatan Bersenjata Turki mendadak terkejut melihat hasil pemotretannya. Ia melihat penampakan obyek persegi empat mirip bahtera Nuh pada gambar potret pegunungan Ararat. Lokasinya kira-kira 20 mil arah Selatan puncak Ararat. Ia meneliti serius foto tersebut dan mencari perbandingan ukuran dengan skala. Ternyata obyek tersebut berukuran panjang kira-kira 135 meter dengan lebar 22 meter. Persis seperti ukuran bahtera Nuh. Ia kemudian melaporkan temuan dan analisanya pada markas besar Angkatan Bersenjata Turki.

Laporan sang kapten sangat menggemparkan dan pada 1962, dilakukan pemeriksaan oleh militer bersama tim sains Amerika ke lokasi tersebut. Ekspedisi ini menemukan puing kayu di ketingian 14.000 kaki (4.200 m).

Satelit ERTS memotret pegunungan Ararat dari luar angkasa pada 1973. Walau terlihat ada obyek menyerupai bahtera Nuh, namun resolusi potret itu tidak baik. Ekpedisi masih tetap berlangsung terutama pada tahun 1980-2000-an, semua menambah kaya bukti tentang adanya material kayu kuno di pegunungan Ararat, yang tersebar di beberapa tempat dengan ketinggian yang semuanya berbeda.

Begitupun, berbagai ekpedisi ini telah membawa hasil. Setidaknya ada foto, deskripsi lokasi dan artefak yang dibawa untuk diteliti. Potongan kayu dari puncak Ararat menjadi bukti yang paling penting. Beberapa sampelnya diteliti di laboratorium oleh ilmuwan asal Eropa dan Mesir. Beberapa sampel fosil kayu yang diuji umur karbonnya menunjukkan artefak itu berasal dari tahun Masehi dan sebagian lagi ratusan tahun Sebelum Masehi (SM) dan ada juga yang 3.000 tahun SM.

Namun penemuan fosil tersebut bukan dari satu lokasi yang persis sama. Ada beberapa lokasi yang walau pun sama-sama di Pegunungan Ararat tetapi beda ketinggian dan tempatnya.

Mungkinkah fosil dan artefak bahtera Nuh sudah tergeser akibat peristiwa pergeseran kerak, gempa dan longsoran es yang terjadi di Pegunungan Ararat pada akhir tahun 1800-an dan masa sebelumnya. Atau apakah memang benar mereka telah menemukan puing bahtera Nuh? Masih sebuah misteri.

Navarra dan Potongan Bahtera Nuh
[ image disabled ] Dari sejumlah kisah perburuan bukti bahtera Nuh, kisah Ferdinand (Fernand) Navarra adalah yang penuh kontroversi. Berbalur tekad, semangat pantang menyerah dan obsesi yang luar biasa.

Walaupun sebagian memandang bahwa upaya kerasnya sebagai trik sensasi demi popularitas dan uang. Ferdinand Navarra adalah salah satu anggota ekspedisi pendakian Gunung Ararat di tahun 1952. Ia bersama lima pendaki berhasil mencapai puncak tertinggi Gunung Ararat. Saat itu mereka tidak menemukan bahtera Nuh walau Navarra yakin ia melihat sebuah obyek hitam besar yang terkubur dibawah es dekat puncak Ararat.

Penasaran akan obyek yang dilihatnya, Navarra melakukan pendakian ulang pada tahun 1953. Ia mencari lokasi obyek yang diyakini sebagai bahtera Nuh itu, namun pencarian tiu tak membuahkan hasil.

Merasa yakin bahwa itu adalah bahtera Nuh, Navarra tidak berputus asa. Ia kemudian mengumpulkan semua dana yang ia punya. Lalu setelah melakukan persiapan matang, pada suatu hari di tahun 1955, ia bersama anak lelakinya Raphael Navarra melakukan pendakian ke pegunungan Ararat.

Dengan begitu teliti mereka menjelajahi sekitar puncak tertinggi Ararat, menapaki lerengnya dan lembah pada plato di areal yang belum terjelajahinya pada pendakian sebelumnya. Saat itulah Raphael melihat penampakan yang juga pernah dilihat ayahnya. Kedua anak beranak itu gembira bukan kepalang dan segera mendekati area tempat sebuah obyek hitam besar terkubur di bawah es di ketinggian 13,540 kaki (4.035 mdpl).

Dengan menggunakan kapak es, Ferdinand dan Raphael memecah balok es yang menutupi benda itu. Sampai akhirnya tercipta rekahan selebar 50 cm sedalam 20 cm. Kala itu Raphael yang masih berusia 11 tahun memeriksa melalui celah memberitahu ayahnya bahwa itu adalah benda lunak berserat berdasarkan bunyi kapak es yang menyentuhnya.

Selama berpuluh menit keduanya pun bekerja keras memecah es sampai akhirnya terkuaklah obyek dibalik kebekuan abadi itu. Mereka menemukan bongkahan kayu yang tersusun membentuk seperti kotak raksasa. Merek mengklaim telah menemukan bahtera Nuh!

Namun karena peralatan mereka tak memadai dan obyek itu begitu besarnya, Ferdinand memutuskan untuk memotong satu bagian kayu yang sudah tersembul. Ia memotong sepanjang kira-kira 1,5 meter lalu mengikatnya dengan tali tambang yang dibawa. Berdua mereka menyeret kayu itu ke bawah gunung.

Bongkahan kayu dari gunung Ararat ini sangat menghebohkan dunia kala itu. Apalagi ia mendokumentasikan perburuan bahtera Nuh itu dalam film pendek. Sementara, dalam film yang diputar oleh media massa berbagai negeri itu, ia juga menjelaskan hasil penelitian dari tiga laboratorium berbeda yang menunjukkan bahwa sampel kayu yang ditemukannya dari puncak Ararat menunjukkan kurun tahun yang sama yaitu sekitar 3000 tahun sebelum masehi.

Sementara Navarra menjadi sensasi dunia dan perdebatan, lima laboratorium lain yang lebih terpercaya melakukan pemeriksaan atas sampel Navarra, dengan menggunakan metode uji usia karbon 14. Temuan kelima laboratorium itu ternyata menunjukkan bahwa kayu tersebut berasal dari masa abad kedelapan Masehi, dan tak lebih tua dari itu.

Hasil temuan lima lab ini dipublikasikan oleh pers Prancis yang telah mewawancarai rekan pendakian Navarra pada ekspedisi mereka pertama. Keempat rekannya mengatakan kayu Navarra adalah palsu, mungkin dibeli dari barang antik penduduk lokal. Mereka tidak pernah melihat jelas apa yang ditunjukkan Navarra pada mereka tentang obyek terpendam di bawah es dalam pendakian mereka dulu.

Pengakuan ini justru mengguncang reputasi Navarra, pro dan kontra terhadap kebenaran kisah Navarra pun mencuat. Namun Navarra bersikukuh bahwa ia memang menemukan sisa bahtera Nuh di tiga lokasi di pegunungan Ararat. Begitupun Navarra tetaplah masih dipercaya sebagai pemandu oleh dua ekpedisi ilmiah besar. Ia memandu SEARCH Foundation (1969) ke dua titik temuannya sementara ia memandu Eryl Cumming (seorang koresponden sains) ke satu titik lagi di tahun yang sama.

Anehnya, sebenarnya ada empat titik lokasi seandainya penampakan pertama Navarra pada ekpedisi pertama tahun 1952 diikutsertakan. Walau ia banyak dicemooh, Navarra tetaplah mempertahankan argumennya sampai tahun 1984-an, bahwa ia sudah menemukan bahtera Nuh dan selalu menuturkan kisah dengan versi yang sama. Sementara, anaknya yang ikut dalam ekpedisinya yang terakhir, memilih untuk tutup mulut sejak klaim penemuan bahtera Nuh itu mengemuka. Apakah Navarro memang benar-benar menemukan puing bahtera Nuh? Atau ia hanya seorang pembual.

sumber : http://korannias.wordpress.com/2008/01/08/fenomena-jejak-jejak-bahtera-nuh/

KAIN KAFAN TURIN


ROMA, KOMPAS.com – Peneliti dari Vatikan kembali menghidupkan debat berkepanjangan tentang kain kafan dari Turin (Shroud of Turin).Mereka mengatakan bahwa ada berkas tulisan samar pada permukaan linen kafan itu yang membuktikan bahwa kain itulah yang dipakai membungkus jenasah Yesus.Namun peneliti lain meragukannya. Mereka menganggap para sejarawan terlalu membesar-besarkan berkas tulisan itu, dan mereka kukuh pada pembuktian penanggalan-karbon yang mengindikasikan bahwa kafan itu hanyalah pemalsuan dari abad pertengahan.Barbara Frale, peneliti dari Penyimpanan Arsip Vatikan, mengatakan dalam buku barunya bahwa ia menggunakan perjelasan-citra-komputer dari kafan itu untuk membaca tulisan samar berbahasa Yunani, Latin, dan Aram yang tersebar di permukaannya.

Ia memastikan bahwa diantara berkas itu ada tulisan "(J)esu(s) Nazarene" - atau Yesus dari Nazaret - dalam bahasa Yunani. Menurutnya tulisan itu tak mungkin berasal dari abad pertengahan, karena tak ada umat Nasrani di jaman itu yang berani menyebutkan Yesus tanpa mengacu pada keilahian-Nya karena ia bisa dicap bidat."Bahkan seorang pemalsu relikui pun akan menuliskan gelar keilahian pada kafan itu," kata Frale, Jumat (20/11). "Namun kalau yang ditemukan kata 'Kristus' atau 'Anak Allah" maka kami justru bisa beranggapan itu adalah palsu, atau tulisan itu adalah tambahan sebagai tanda penghormatan. Kafan Turin tersohor karena memampang citra dari pria yang telah tersalib, lengkap dengan resapan darah dari tangan dan kaki. Mereka yang percaya, meyakini bahwa itu citra dari Kristus yang terabadikan pada serat-serat linen saat ia bangkit dari mati.Artefak rapuh milik Vatikan ini disimpan dalam ruang berpelindung di Katedral Turin dan jarang dipertunjukkan. Kain sepanjang 4 meter dan lebar 1 meter ini telah menderita kerusakan berat dari abad ke abad, bahkan pernah tersulut api.Gereja Katolik sendiri tidak pernah mengklaim keaslian dari kafan tersebut, meski menyatakan bahwa itu merupakan lambang yang kuat akan penderitaan Kristus.


Perdebatan

Terlepas dari percaya atau tidak, kafan ini menjadi perdebatan sengit dalam komunitas ilmuwan. Kelompok skeptis mengatakan bahwa penanggalan radiokarbon yang dilakukan pada kafan itu tahun 1988 menyatakan bahwa kain itu dibuat pada abad ke-13 atau ke-14.
Tapi Raymond Rogers dari Laboratorium Nasional Los Alamos, 2005, mengatakan bahwa serat yang dulu diuji diambil dari tambalan yang digunakan untuk memperbaiki kafan itu setelah terbakar. Rogers, yang meninggal tak lama setelah mempublikasikan temuannya, memperhitungkan bahwa usia kafan itu 1.300 hingga 3.000 tahun, dan sangat mungkin berasal dari jaman Yesus.Suatu penelitian lain, dari Universitas Ibrani (Hebrew University), menyimpulkan bahwa pola sebuk sari dan tumbuhan pada kafan itu berasal dari daerah sekitar Yerusalem dari suatu masa sebelum abad kedelapan.Sementara berkas huruf-huruf yang tersebar pada permukaan kafan itu telah ditemukan sejak puluhan tahun lalu, tapi para peneliti mengesampingkan hal ini karena adanya hasil tes penanggalan radiokarbon itu, jelas Frale.Meski begitu, ketika Frale mengambil potongan kata-kata dari foto kafan yang telah diperjelas dan menunjukkannya pada para ahli, mereka setuju bahwa gaya penulisannya cocok dengan yang lazim dipakai di Timur Tengah pada abad pertama - yaitu jaman Yesus.Frale juga percaya bahwa juru tulis jaman dulu menuliskan kalimat yang ditempel pada kafan di atas daerah wajah sehingga jenazah bisa dikenali oleh keluarga dan kemudian dimakamkan dengan layak. Kandungan logam pada tinta yang digunakan jaman itu memungkinkan tulisan itu meresap pada kain linen, kata Frale.Ia mengatakan bahwa setidaknya ada 11 kata yang ia temukan dari citra-citra yang diproduksi oleh para ilmuwan Perancis pada penelitian tahun 1994. Kata-kata itu terputus-putus dan tersebar di sekitar daerah kepala dari citra itu, simpang-siur pada kain secara vertikal dan horizontal.Suatu deretan pendek dari huruf-huruf Aram belum diterjemahkan sepenuhnya. Namun bagian lain tertulis dalam Bahasa Yunani - "iber" - kemungkinan merujuk pada Kaisar Tiberius, yang berkuasa pada waktu Yesus disalibkan, kata Frale. Ia mengatakan bahwa tulisan itu sebagian mengkonfirmasi kisah Injil tentang saat-saat terakhir Yesus. Potongan lain dalam bahasa Yunani bisa diartikan "diturunkan (dari salib) pada jam kesembilan." Ini bisa saja merujuk pada waktu kematian Yesus yang dilaporkan juga dalam teks suci keagamaan, katanya.Dalam bukunya "The Shroud of Jesus Nazarene" ('Kafan Yesus dari Nazaret'), yang diterbitkan berbahasa Itali, Frale merekonstruksi penghurufan pada kafan yang ia percayai sebagai isi dari sertifikat kematian Yesus, yaitu: "Yesus dari Nazaret. Terbukti (bersalah memicu pemberontakan rakyat). Dihukum mati pada tahun ke-16 dari masa Tiberius. Diturunkan pada jam kesembilan." Ia berkata bahwa tulisan itu mengatakan bahwa jenazah akan dikembalikan pada keluarga setelah setahun.Frale juga mengaku bahwa risetnya dilakukan tanpa dukungan Vatikan. "Saya berusaha objektif dan mengesampingkan isu-isu keagamaan," katanya. "Apa yang saya pelajari merupakan dokumen kuno yang memastikan hukuman mati seorang pria, pada suatu waktu dan tempat tertentu."Penelitian Frale biasanya berfokus pada dokumen abad pertengahan. Ia dikenal sebagai peneliti dari ordo Ksatria Templar, dan penemuannya dari dokumen yang tak diterbitkan mengenai kelompok tersebut kini ada di Penyimpanan Arsip Vatikan.Sebelumnya di tahun ini, ia menerbitkan penelitian yang menyatakan bahwa para Ksatria Templar dahulu sempat memiliki kafan tersebut. Hal ini sempat dianggap aneh karena ordo itu dibubarkan di awal abad ke-14 dan keberadaan kafan itu pertama kali dicatat dalam sejarah sekitar tahun 1360 dalam kepemilikan seorang ksatria Perancis.Buku terbarunya mengenai kafan Yesus bahkan menimbulkan lebih banyak keraguan di kalangan ahli.Di satu sisi, memang benar bahwa pemalsu dari abad pertengahan akan melabel hasil buatannya dengan nama Kristus, seperti juga semua relikui yang dibuat di jaman itu, kata Antonio Lombatti, seorang sejarahwan gereja yang juga telah menulis tentang kafan itu. Tapi masalahnya dari awal memang tak ada tulisan."Orang yang bekerja mengamati foto berbercak-bercak bisa saja mengira mereka melihat suatu bentuk," kata Lombatti, "Ini akibat dari imajinasi bercampur dengan hasil software komputer. Bila foto kafan itu dicermati, ada banyak kontras gelap dan terang, tapi tak ada huruf."Tetap mengkritik penemuan Frale, Lombatti mengatakan bahwa artefak yang mengandung huruf Yunani dan Aram memang pernah ditemukan pada pemakaman Yahudi di abad pertama, tapi penggunaan bahasa Latin justru tak lazim. Ia juga menolak teori bahwa pihak yang berwewenang akan mengembalikan jenazah orang yang disalib secara resmi setelah mengisi berkas administrasi. Korban dari hukuman penyaliban yang diterapkan orang Romawi biasanya dibiarkan tergantung di salib atau disingkirkan ke pembuangan sampah agar lebih menakutkan.Lombatti berkata, "pesan dari tindakan itu adalah bahwa seorang yang disalib (pemberontak/kriminal besar) takkan punya makam untuk ditangisi."Seorang ahli kafan Turin lainnya, Gianmarco Rinaldi, mengatakan bahwa para ilmuwan yang percaya pada keaslian kafan itu pun telah mengabaikan citra-citra yang tak bisa diandalkan, yang menjadi dasar dari penelitian Frale."Perjelasan komputer ini meningkatkan kontras secara berlebihan sehingga muncullah berkas-berkas ini," katanya, "kalau begitu maka berkas-berkas bisa ditemukan di seluruh kafan, bukan cuma di daerah yang membungkus kepala. Dengan sedikit imajinasi maka orang akan (mengaku) melihat huruf-huruf."Penglihatan-penglihatan aneh seputar kafan Turin sudah lazim dan biasanya terbukti salah, kata Luigi Garlaschelli, seorang profesor kimia dari Universitas Pavia. Belum lama ini ia memimpin tim ahli yang meniru pembuatan kafan Turin dengan memakai bahan dan metode yang ada di abad ke-14. Hasilnya, mereka membuktikan bahwa kafan itu bisa saja dibuat orang pada abad pertengahan.Puluhan tahun yang lalu, banyak penelitian diterbitkan mengenai tanda koin-koin yang katanya terlihat pada kedua mata Yesus yang tertutup, tapi ketika gambaran berdefinisi-tajam dihasilkan pada restorasi di tahun 2002, tanda dari koin-koin itu tak terlihat dan teori itu diabaikan, kata Garlaschelli.Ia berkata bahwa teori apa pun yang berkenaan dengan tinta dan logam harus diuji dahulu dengan menganalisa kafan itu sendiri.Kafan Turin terakhir dipertunjukkan tahun 2000, ketika lebih dari satu juta orang datang untuk melihatnya. Pertunjukkan selanjutnya dijadwalkan tahun 2010, dan Paus Benediktus XVI telah diminta kehadirannya.